Saturday, 20 September 2014

Epistemologi Dan Kebenaran

PERTEMUAN KE-3

HAI ADA LAGI NIH.



Apa itu epistemologi?
Epistemologi berasal dari kata Yunani, yaitu episteme (pengetahuan) dan logos (ilmu/pembicaraan/kata). Nah, epistemologi adalah cabang filsafat yang berkaitan dengan asal, sifat, karakter, dan jenis pengetahuan. Secara sederhana, epistemologi adalah teori tentang pengetahuan. Epistemologi juga adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari secara kritis, normatif, dan evaluatif mengenai proses bagaimana pengetahuan diperoleh oleh manusia. Topik ini sering diperdebatkan dan dipermaasalahkan dalam bidang filsafat seperti tentang apa itu pengetahuan, bagaimana karakteristiknya, macamnya apa saja, serta hubungannya dengan keyakinan dan kebenaran. Epistemologi yang berhubungan dengan hakikat dari ilmu pengetahuan, pengandai-ngandaian, dasar-dasarnya, serta pertanggung jawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki oleh manusia. Pengetahuan yang diperoleh manusia melalui akal dan panca indera dengan berbagai metode, diantaranya metode induktif, metode deduktif, metode positivisme, metode kontemplatis, dan metode dialektis.

Metode-metode untuk memperoleh pengetahuan, yaitu
a. Empirisme
   Empirisme adalah suatu cara/metode dalam filsafat yang mendasarkan cara memperoleh pengetahuan dengan melalui pengalaman. John Locke, bapak empirisme Britania, mengatakan bahwa akal manusia saat dilahirkan merupakan jenis catatan yang ksoong (tabula rasa), dan didalam catatan tersebut berisi pengalaman panca inderawi. Menurut Locke, seluruh sisa pengetahuan kita diperoleh dengan cara memperbandingkan ide-ide yang didapat dari penginderaan serta refleksi yang pertama-tama dan sederhana tersebut. Beliau memandang akal sebagai jenis tempat penampungan yang menerima hasil-hasil penginderaan. Nah, berarti semua pengetahuan kita betapapun rumitnya bisa dilacak kembali sampai pada pengalaman yang sudah lama. Apa yang dapat dilacak atau tidak perlu dilacak kembali demikian itu bukan pengetahuan mengenai hal-hal factual.

b. Rasionalisme
    Rasionalisme berpendirian bahwa sumber/induk pengetahuan berasal dari akal. Rasionalisme bukan mengingkari nialai pengalaman, melainkan pengalaman paling dipandang sebagai jenis perangsang bagi pikiran. Para penganut rasionalisme meyakini bahwa kebenaran dan kesesatan terletak didalam ide kita sendiri, bukan didalam barang sesuatu. Jika kebenaran mempunyai ide yang menujuk pada kenyataan, makan kebenaran hanya ada dipikiran kita dan hanya dapat diperoleh oleh akal budi saja.

c. Fenomenalisme
    Immanuel Kant, bapak fenomenalisme, membuat uraian tentang uraian tentang pengalaman. Sesuatu barang sebagaimana terdapat dalam dirinya sendiri merangsang alat inderawi kita dan diterima ole akal budi kita dalam bentuk pengalaman dan disusun secara sistematis. Karena itu kita hanya mempunya pengetahuan tentang gejala (Phenomenon) sesuatu yang menampak kepada kita. Bagi Kant, para penganut empirisme benar meskipun benar hanya sebagian. Namun, para penganut empirisme juga benar karena akal melakukan atau memaksakan bentuknya sendiri terhadap barang sesuatu serta pengalaman.

Sifat epistemologi, ialah secara kritis (mempertanyakan cara kerja, pendekatan, kesimpulan yang ditarik dalam kegiatan kognitif manusia), secara normatif (menentukan tolak ukur/norma penalaran tentang kebenaran pengetahuan), dan secara evaluatif (menilai apakah suatu keyakinan, pendapat suatu teori pengetahuan dipertanggungjawabkan dan dijamin kebenarannya secara akurat).

Dasar dan sumber pengetahuan, yaitu pengalaman manusia, ingatan (memory), penegasan tentang apa yang diobservasi (kesaksian), minat dan rasa tahu, pikiran dan penalaran, berpikir tepat dan logis (logika), ekspresi pemikiran manusia melalui ujaran/tulisan
(bahasa), dan kebutuhan hidup manusia (mendorong terciptanya iptek).

Struktur ilmu pengetahuan ada 2 kutub, yaitu kesadaran/subjek (S) berperan sebagai yang mengetahui/menyadari, dan objek (O) berperan sebagai yang diketahui/disadari. Hubungan S dan O menghasilkan pengetahuan.

Ada 5 teori kebenaran dalam ilmu pengetahuan, yaitu
1. Teori Kebenaran Korespondensi
    Kebenaran akan terjadi apabila subjek yakin bahwa objek sesuai dengan realitas/kenyataan. Sifat kebenarannya subjektif, contohnya Valen melihat balon berwarna biru dan balon itu memang berwarna biru.

2. Teori Kebenaran Koherensi
    Kebenaran akan terjadi apabila ada kesesuaian dari beberapa subjek terhadap objek. Sifat kebenarannya objektif, contohnya beberapa dokter merasa yakin bahwa penyakit pasien itu disebabkan oleh keracunan makanan.

3. Teori Kebenaran Pragmatik
    Kebenaran akan terjadi apabila sesuatu memiliki kegunaannya. Contohnya, AC berguna untuk mendinginkan suhu ruangan.

4. Teori Kebenaran Konsensus
    Kebenaran akan terjadi apabila ada kesepakatan yang disertai alasan tertentu. Contohnya, beberapa dokter yang menangani Bapak Presiden sepakat bahwa ia harus dioperasi secepatnya karena penyakitnya sudah parah.

5. Teori Kebenaran Semantik
    Kebenaran terjadi apabila orang mengetahui dengan tepat arti suatu kata. Contohnya, saya dapat memahami dengan benar dan tepat di Jurnal Akademika tentang kurikulum pengajaran.

Contoh perdebatan pendapat:

  • Pendapat saya tentang pilkada yang merupakan saya peroleh dari pengetahuan melalui akal, politik sedang memanas akannya pro-kontra pilkada langsung dan tidak langsung. Pilkada tidak langsung dan langsung mempunyai kekurangan dan kelebihan. Dari segi pembiayaan, pilkada tidak langsung lebih praktis dan hemat. Selain itu, mekanisme pilkada melalui DPRD memang lebih efisien tetapi pada akhirnya kesejahteraan rakyat masuk menjadi moral bangsa menjadi taruhannya, sebab pemimpin yang terpilih cukup bermodalkan uang, walaupun tidak berkualitas, tidak bermoral, dan tidak dikenal rakyat sehingga meningkatkan terjadinya korupsi. Sebaliknya, pilkada langsung memang membutuhkan biaya lebih besar namun aturan mainnya dapat ditekankan dan meminimalisasikan kecurangan. Pilkada langsung pun bersifat terbuka sehingga semua rakyat mengetahui dan dipilih langsung oleh rakyat karena pemerintahan didasari untuk rakyat.
  • Pendapat saya tentang pergaulan bebas seksual pada masa kini, pergaulan bebas seksual itu sudah melewati batas-batas norma dan aturan adat istiadat. Mungkin pergaulan bebas dalam hal seksual tidak merugikan orang lain dan menjadi hak bagi dirinya sendiri tetapi menurut saya, pergaulan bebas dalam hal seksual memiliki banyak kerugian. Bagi saya sebagai perempuan, hal itu menjatuhkan harga diri sebagai perempuan. Hal itu juga membuat diri seseorang menjadi ketergangguan psikologis, seperti menjadi stres dan merasa dirinya sudah tidak berharga karena sebagai perempuan kita harus dimuliakan apalagi 'pacaran' pasti tidak ada ikatan secara aturan sehingga bisa saja hamil di luar nikah. Hamil di luar nikah akan menghambat segalanya dan menimbulkan permasalahan yang akan mengganggu kehidupan kita sehingga mempunyai pikiran untuk aborsi yang akan menimbulkan kematian. Seks bebas juga menimbulkan banyak penyakit, terutama seseorang yang berganti-ganti pasangan dalam melakukan seks bebas. Jadi, lebih baik kita bergaul tapi mengetahui batas-batas norma yang ada.

Definisi Kebenaran
Dalam kehidupan sehari=hari kita sering mendengar ungkapan "Saya rela mati untuk membela kebenaran," pernyataan tersebut menyiratkan bahwa kebenaran itu sangatlah penting bagi kita. Tetapi apakah sebenarnya kebenaran itu? Untuk menilai sifat dari suatu proposisi atau makna/isi pernyataan digunakan istilah benar-salah. Pengetahuan bisa dinilai benar atau salah karena pengetahuan pada dasarnya merupakan gabungan dan perpaduan dari sistim pernyataan. Konsep tidak bisa dinilai benar atau salah, konsep hanya bisa dinilai jelas dan memadai atau tidak memadai. Persepsi tidak dapat disebut benar atau salah, yang bisa disebut benar atau salah adalah isi pernyataan tentang apa yang dipersepsikannya dan yang bisa benar atau salah hanya orang yang mempersepsikannya. Jadi, kebenaran sebagai sifat pengetahuan disebut kebenaran epistemologis. 

Secara umum, kebenaran biasanya dimengerti sebagai kesesuaian antara apa yang dipikirkan atau dinyatakan dengan kenyataan yang sesungguhnya. Dengan demikian, kenyataan menjadi suatu ukuran penentu penilaian karena suatu pengetahuan disebut benar apabila sesuai dengan kenyataan. Menurut Plato, kebenaran (aletheia) berarti ketaktersembunyian adanya atau ketersingkapan adanya bahwa selama kita terikat pada yang ada dan tidak masuk pada adanya dari yang ada, kita belum berjumpa dengan kebenaran karena adanya itu masih tersembunyi. Kebenaran dalam konsep Plato dimengerti sebagai letak pada objek yang diketahui.





Kebenaran sebagai ketidaktersembunyian adanya itu tidak dapat dicapai manusia selama hidupnya di dunia ini. Berbeda dengan Plato, Aristoteles dalam memahami kebenaran lebih memusatkan pada kualitas penyataan yang dibuat oleh subjek penahu ketika dirinya menegaskan suatu putusan entah secara afirmatif atau negatif. Ada tidaknya kebenaran dalam putusan yang bersangkutan bersifat afirmatif (S itu P) atau negatif (S itu bukan P) tergantung pada putusan yang bersangkutan sebagai pengetahuan dalam diri subjek itu sesuai atau tidak dengan kenyataan. Menurut kaum Positivisme Logis bahwa kebenaran dibedakan menjadi dua, yaitu kebenaran faktual dan kebenaran nalar. 

Kebenaran faktual adalah kebenaran tentang ada tidaknya secara faktual di dunia nyata sebagaimana dialami manusia, misalnya bumi itu bulat sebagai pernyataan yang memiliki kebenaran faktual. pada prinsipnya harus bisa dijui kebenarannya berdasarkan pengamatan inderawi. 

Kebenaran nalar adalah kebenaran yang bersifat tautologis (pengulangan gagasan) dan tidak menambah pengetahuan baru mengenai dunia, tetapi dapat menjadi sarana yang berdaya guna untuk memperoleh pengetahuan yang benar tentang dunia ini. Kebenaran nalar sebagai kebenaran yang terdapat dalam logika dan matematika, seperti 1 + 1 = 2. Kebenaran nalar berbeda dengan kebenaran faktual yang bersifat nisbi (hanya terlihat ketika dibandingkan dengan yang lain, tidak mutlak dan reltif) dan belum pati (mentak). Sedangkan, kebenaran nalar bersifat mutlak dan tidak niscaya (tentu).

Selain kedua jenis kebenaran yang diungkapkan kaum Positivis Logis, menurut Thomas Aquinas, kebenaran menjadi dua yakni kebenaran Ontologis (Veritas Ontologica) merupakan kebenaran yang terdapat dalam kenyataan, entah spiritual atau material, yang meskipun ada kemungkinan untuk diketahui, misalnya kebenaran tentang adanya segala sesuatu sesuai hakikatnya, kebenaran tentang adanya Tuhan dan keabdian jiwa. Dan kebenaran Logis (Veritas Logica) sebagai kebenaran yang terdapat dalam akal budi manusia si penahu, dalam bentuk adanya kesesuaian antara akal budi dengan kenyataan.

Kedudukan kebenaran pengetahuan dalam pandangan Platonis lebih diletakkan dalam objek atau kenyataan yang diketahui. Sedangkan, Aristotelian dalam subjek yang mengetahui. Kedudukan kebenaran dalam tradisi Aristotelian lebih dekat dengan kehidupan sehari-hari. Kaum Eksistensial menyatakan bahwa kebenaran (eksistensial) merupakan apa yang secara pribadi berharga bagi subjek konkrit yang bersangkutan dan pantas untuk dipegang teguh dengan penuh kesetiaan. Jika kebenaran ilmiah bersifat esternal terhadap subjek, maka kebenaran eksistensial bersifat internal terhadap subjek. Dalam arti si subjek secara langsung terlibat dalam perkara yang dinilai atau dipertaruhkan. Bagi manusia sebagai mahluk yang terbatas, kebenaran sebagai ketersingkapnya kenyataan sebagaimana adanya dan itu ternyata tidak dapat disaksikan secara sekaligus dan menyeluruh.

Kesahihan dan Kekeliruan
Kekeliruan perlu dibedakan dengan kesahihan. Pada umumnya kekeliruan berarti menerima sebagai benar apa yang dinyatakan salah atau menyangkal apa yang senyatanya benar. Kekeliruan adalah segala sesuatu yang menyangkut tindakan kognitif subjek penahu, sedangkan kesalahan adalah hasil dari tindakan tersebut. Kekeliruan muncul akibat kegagalan dalam mengidentifikasi bukti yang tepat, menganggap bukti sudah mencukupi padahal belum atau sebaliknya menganggap bukti belum cukup padahal sudah. Kekeliruan dapat dikarenakan gegabah dalam menegaskan putusan tentang suatu perkara.

Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kekeliruan, misalnya sikap terburu-buru dan kurang erhatian dalam suatu keseluruhan proses kegiatan mengetahui, dan sikap takut salah yang keterlaluan atau sebaliknya sikap terlalu gegabah dalam melangkah. Hal-hal tersebut disebabkan oleh kerancuan akibat emosi, frustasi, perasaan yang entah menganggu konsentrasi terbuka terhadap bukti-bukti yang tersedia. adapun oleh prasangka dan bias-bias, baik individu maupun sosial serta keliru dalam penalaran atau tidak mematuhi aturan-aturan logia.

sumber: disarikan dari powerpoint materi pembelajaran KBK filsafat 2014.

5 comments:

Anonymous said...

Lumayan lengkap yaa lu materinya, gue kasih nilai 88 yaa:))

Unknown said...

Lengkap dan jelas ya Lu,86 buat kamu

Unknown said...

hai lulu, blog kamu sih tampilannya bagus loh :) isinya juga lengkap pake banget dan komplit. 85 doongg buat lulu :D

Unknown said...

87 luluuu :)

Unknown said...

nice,,,i want copy to reference, thanks

Post a Comment