Pengaruh Orangtua Overprotective Terhadap Perkembangan Anak pada Usia Remaja
Latar
Belakang Masalah
Menurut Santrock (2003), keluarga merupakan
pilar utama dan pertama dalam membentuk anak untuk mandiri. Dukungan yang
paling besar di dalam lingkungan rumah adalah bersumber dari orangtua. Orangtua
diharapkan dapat memberikan kesempatan pada anak agar dapat mengembangkan
kemampuan yang dimilikinya (Tarmidi & Rambe, 2010). Banyak cara yang
diterapkan orangtua dalam mendidik serta membesarkan anak-anaknya. Biasanya
orangtua merasa lebih tahu sehingga terkadang cenderung memberikan pengontrolan
yang berlebihan (Gunarsa, 2003).
Terkadang kepribadian anak berlainan
dengan yang dicita-citakan orangtua. Orangtua menghendaki anak agar tidak
nakal, tetapi kenyataannya adalah sebaliknya. Oleh sebab itu, muncul sikap overprotective pada anak terutama pada
usia remaja (Gunarsa & Gunarsa, 2004, h. 16).
Karena pada usia ini umumnya orangtua dikecewakan
oleh pelaksanaan aturan yang tidak sempurna sehingga orangtua melakukan
pengawasan yang terlalu ketat. Orangtua mungkin memiliki tujuan yang terbaik
dan tidak ingin anak mengalami kejadian yang terburuk dalam hidupnya (Hidayat,
2013). Namun, anak yang mengalami pengawasan overprotective dari orangtuanya dapat mengalami kesulitan untuk
mengakspresiasikan emosi atau pendapatnya (Gunarsa & Gunarsa, 2004).
Orangtua
Overprotective
Menurut Chaplin (1999), overprotective merupakan perlindungan
yang cenderung dipihak orangtua untuk melindungi anaknya secara berlebihan.
Dengan ini, orangtua memberikan perlindungan terhadap gangguan dan bahaya fisik
maupun psikologis sehingga anak tidak mendapatkan kebebasan (Dewi &
Sugiasih, 2010).
Menurut Mappiare (1982), overprotective merupakan cara orangtua
mendidik anak dengan terlalu melindungi, kurang memberi kesempatan pada anak
untuk mengurusi keperluannya sendiri. Serta orangtua juga kurang memberi
kesempatan untuk mengambil keputusannya sendiri. Field (dikutip dalam
Anggrainy, 2004) menambahkan bahwa dalam keluarga yang overprotective, para remaja menerima banyak perhatian dan dukungan
orangtua. Tetapi, orangtua memberi dukungan dalam melindungi mereka dari
kesalahan atau tingkah laku yang tidak tepat. Hal ini dapat mengganggu
perkembangan anak dalam masa persiapan diri pada usia remaja (Dewi &
Sugiasih, 2010).
Peranan
Orangtua
Menurut
Gunarsa (2012), terdapat beberapa peranan orangtua, yaitu (a) sebagai orangtua,
(b) sebagai guru, (c) sebagai tokoh teladan, dan (d) sebagai pengawas. Sebagai
orangtua, orangtua berperan untuk membesarkan, merawat, memelihara, dan
memberikan anak kesempatan berkembang. Sebagai guru, orangtua berperan untuk
mengajarkan peraturan-peraturan tata cara keluarga, mengajarkan ketangkasan
motorik, dan menanamkan pedoman hidup bermasyarakat. Sebagai tokoh teladan, orangtua
menjadi tokoh yang ditiru pola tingkah lakunya, cara berekspresi, dan cara
berbicara. Sebagai pengawas, orangtua memperhatikan tingkah laku anak dan mengawasi
anak agar tidak melanggar peraturan di rumah maupun di luar lingkungan.
Penyebab
Orangtua Overprotective
Kasih sayang yang terlalu berlebihan. Kasih sayang orangtua terhadap anak merupakan perasaan
yang tulus datang dari hati. Tetapi, orangtua memberi kasih sayang yang
berlebihan sehingga anak selalu bergantung pada orangtua. Terutama ketika
beranjak dewasa, anak akan menjadi kepribadian yang tidak mandiri (Gunarsa,
2004, h. 81-85).
Memiliki rasa kekhawatiran yang berlebihan. Rasa khawatir memang sebuah perasaan
yang lazim dirasakan oleh setiap orangtua. Namun, sikap khawatir terhadap anak
tentunya memiliki batasan. Karena tidak harus setiap aktivitas yang dilakukan
menjadi sesuatu yang sangat dikhawatirkan oleh orangtua (Yusuf, 2000).
Rasa trauma masa lalu yang dirasakan orangtua. Perasaan ini timbul ketika orangtua
memiliki rasa trauma atau pengalaman yang buruk di masa lalu. Orangtua takut
pengalaman buruknya terjadi juga terhadap anaknya sehingga orangtua akan
bersikap overprotective pada anak
(Yusuf, 2000).
Dampak
Orangtua Overprotective
Berbohong.
Kebanyakan anak berbohong untuk menghindarkan diri dari hukuman. Anak tidak mau
dihukum, disakiti maupun dipermalukan di depan orang lain, maka akan selalu
mencari alasan untuk menutupi keadaan sebenarnya. Banyaknya larangan
menyebabkan anak tidak dapat mengingat semuanya dan lebih sering melupakan.
Maka, sulit dibedakan antara yang sebaiknya tidak dilakukan demi ketertiban
hidup bersama dengan larangan yang tidak boleh dilanggar (Gunarsa, 2004, h.
23-34).
Pergi tanpa izin.
Gejala pergi dari rumah, yaitu meninggalkan rumah tanpa izin orangtua merupakan
gejala yang banyak terlihat. Seringkali disebabkan oleh keadaan keluarga yang
membuat anak menganggap rumah sebagai tempat yang tidak menyenangkan. Mungkin
anak merasa dirinya ditekan dan dikekang sehingga anak seolah-olah memandang
rumah dan keluarganya sebagai penjara (Gunarsa, 2004, h. 36-45).
Pemberontakan.
Jika terus-menerus dibatasi untuk melakukan sesuatu yang benar-benar ingin
dilakukannya, ada kemungkinan anak berperilaku agresif. Pengawasan yang ketat,
tuntutan tinggi, dan otoritas orangtua yang tidak masuk akal dapat memprovokasi
pemberontakan pada anak, terutama usia remaja (Gunarsa, 2004, h. 90-100).
Depresi.
Kontrol psikologis yang berlebihan telah dikaitkan dengan depresi karena cara
didik yang kaku dapat menyebabkan anak menjadi depresi. Serta anak menjadi
memiliki rasa percaya diri yang rendah (Gunarsa, 2004, h. 67-83).
Perilaku negatif.
Anak yang dibesarkan dalam lingkungan terbatas dan dikendalikan cenderung
memiliki sifat-sifat perilaku negatif ketika ia beranjak dewasa. Kurangnya
kebebasan sebagai seorang anak dapat mengakibatkan anak terjerumus pada hal-hal
negatif. Kontrol orangtua yang berlebihan juga dapat mengakibatkan sifat-sifat
seperti agresi dan kaku ketika dewasa (Gunarsa, 2004, h. 67-83).
Upaya
Pencegahan
Menurut Weiten dan Lioyd (dikutip dalam
Yusuf, 2000, h. 52), perlakuan orangtua yang efektif adalah (a) menyusun atau
membuat standar yang tinggi dan dapat dipahami, (b) memberi kesempatan anak
untuk berpendapat, (c) mendorong anak untuk menelaah dampak perilakunya
terhadap orang lain, (d) menegakkan aturan secara konsisten, (e) menghargai
privasi anak, (f) menaruh perhatian terhadap anak pada perlakuan yang baik dan
memberikan ganjaran, (g) menaruh kepercayaan terhadap anak, (h) memberikan
kebebasan pada anak untuk mengakspresiasikan dirinya, dan (i) menjelaskan alasan
atau tujuan ketika meminta anak untuk melakukan sesuatu.
Simpulan
Orangtua overprotective merupakan sikap orangtua
yang melakukan pengawasan terlalu ketat terhadap anak. Pengawasan yang ketat
menyebabkan anak mengarahkan emosinya ke dalam dan terhambat. Hal ini
menyebabkan masalah dan gangguan terhadap perkembangan anak, terutama pada usia
remaja.
Oleh karena itu, orangtua harus memberikan
perhatian kepada kegiatan yang dilakukan oleh anak, tetapi perhatian yang diberikan
tetap harus sewajarnya. Sebagai orangtua tentu harus mengetahui karakter anak
agar dapat memberikan pengajaran yang lebih tepat. Karena masing-masing anak
memiliki karakter yang berbeda sehingga dibutuhkan dukungan orangtua yang
merupakan dukungan sosial terpenting pada usia remaja.
Daftar Pustaka
Dewi, A. R.,
& Sugiasih, I. (2010, April). Persepsi terhadap overprotective orangtua pada remaja. Jurnal Psikologi Proyeksi, 5(1), 33-41. Diunduh dari http://fpsi.unissula.ac.id/index.php?option=com_content&vieww=article&id69<emid=77
Gunarsa, S. D.
(2003). Psikologi perkembangan.
Jakarta: Gunung Mulia.
Gunarsa, S. D.
(2004). Psikologi anak bermasalah.
Jakarta: Gunung Mulia.
Gunarsa, Y. S.
D., & Gunarsa, S. D. (2004). Psikologi
untuk muda-mudi. Jakarta: Gunung Mulia.
Gunarsa, Y. S.
D. (2012). Asas-asas psikologi keluarga
idaman: Peran orangtua dalam perkembangan anak. Jakarta: Libri.
Hidayat, D. E.
(2013). Trust toward father and mother: An indigenous psychology analysis on
children’s trust toward parents. Jurnal
Pemikiran dan Penelitian Psikologi, 18(1), 51-58.
Tarmidi, &
Rambe, A. R. R. (2010, desember 2). Korelasi antara dukungan sosial orangtua
dan self-directed learning pada siswa
SMA. Jurnal Psikologi, 37(2),
216-233.
Yusuf, S.
(2000). Psikologi perkembangan anak dan remaja.
Bandung: Remaja Rosdakarya.